Rabu, 25 Februari 2009

Guru Honorer Pesimistis Ada Perubahan

Oleh arif
Selasa, 27 Januari 2009 04:51:20
Klik: 323
Cetak: 16


Klik untuk melihat foto lainnya...
Guru honorer pesimistis Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan membawa perubahan bagi mereka, terutama dalam hal jaminan kerja dan kesejahteraan jika pemerintah tidak memberikan subsidi atau mengatur besaran gaji guru yang layak secara minimal.Hal itu dikemukakan Ketua Forum Guru Honorer Indonesia, sekaligus Ketua Serikat Guru Jakarta, Supriyono, Senin (26/1). Serikat Guru Jakarta beranggotakan sekitar 6.000 guru dengan rincian sekitar 3.500 guru berstatus pegawai tidak tetap yang dibayar dari APBD dan 2.500 guru berstatus honorer murni.Dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), pendidik dan tenaga kependidikan dapat berstatus pegawai negeri sipil atau pegawai badan hukum pendidikan. Para pendidik nantinya membuat perjanjian dengan pemimpin organ pengelola BHP. Pengangkatan dan pemberhentian jabatan, hak, dan kewajiban ditetapkan dalam perjanjian kerja.Supriyono mengatakan, dengan kondisi sekolah swasta yang sangat beragam, mulai dari yang gurem hingga bertaraf internasional, ketentuan ini sulit secara merata terpenuhi. Padahal, sekolah swasta diberikan waktu enam tahun untuk menjadi BHP.”Swasta yang besar seperti sekolah nasional plus atau internasional, mereka sudah memakai kontrak kerja dan memberikan gaji lebih layak,” ujarnya. Dengan adanya kontrak kerja, sekolah mempunyai kewajiban lebih besar seperti pemberian gaji tetap tanpa tergantung jam mengajar, tunjangan kesejahteraan lain, dan transportasi.Sekolah guremPersoalannya, tidak semua sekolah swasta golongan menengah ke atas. Di sekolah swasta gurem, kebanyakan gurunya honorer murni. ”Mereka bekerja tidak ada kontrak kerja atau perjanjian kerja. Yang ada hanya dokumen pembagian tugas dilampiri surat tugas mengajar berisi nama, mata pelajaran, kelas, dan jumlah jam mengajar. Soal honor dan lainnya mengikuti tradisi, yakni diperhitungkan sesuai jam mengajar dan kemampuan sekolah,” ujarnya.Guru berharap pemerintah tidak mendikotomikan guru swasta dan negeri. Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan kesejahteraan di mana pun guru mengajar warga negara.Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Konferensi Kerja Nasional Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Tahun Pertama Masa Bakti XX pada 23-26 Januari menegaskan, kesejahteraan guru honorer di sekolah negeri dan swasta masih memprihatinkan. Jika guru honorer yang sudah memenuhi persayaratan sulit untuk diangkat menjadi guru pegawai negeri sipil, pemerintah harus mengeluarkan peraturan supaya guru honorer ini mendapatkan bantuan penghasilan yang layak.”Eksploitasi terhadap guru honorer, guru kontrak, guru tidak tetap, guru wiyata bakti, maupun tenaga kependidikan tidak tetap di sekolah yang telah mengabdi, berdedikasi, loyal, dan prestasinya baik harus dihentikan. Tidak boleh lagi ada guru bergaji Rp 100.000 per bulan,” kata Sulistiyo, Ketua Umum PGRI.
Sumber: kompas.com/ (INE/ELN)Edisi: Selasa, 27 Januari 2009

Sertifikasi Otomatis buat Guru S-2 dan S-3

Oleh admin
Minggu, 15 Februari 2009 17:14:48
Klik: 160
Cetak: 14



YOGYAKARTA, Mulai tahun ini, guru bergelar S-2 dan S-3 secara otomatis memperoleh tunjangan profesional..tanpa harus mengikuti proses sertifikasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang disahkan pada 1 Desember 2008.Kepala Subdirektorat Profesi Pendidik Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Nurzaman mengatakan, aturan berlaku jika gelar pascasarjana diperoleh dari perguruan tinggi terakreditasi. Selain itu, jurusan yang dipilih adalah jurusan kependidikan atau yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya.”Kalau jurusan yang diambil sangat berbeda dengan mata pelajaran yang diampu, aturan tersebut tidak berlaku,” katanya dalam upacara pemantapan sertifikasi guru rayon 11 di Universitas Negeri Yogyakarta, Jumat (23/1).Menurut Nurzaman, saat ini mekanisme sertifikasi otomatis itu masih dibahas. Beberapa aturan baru dalam PP No 74/2008 juga masih dibahas.Dalam peraturan itu disebutkan, guru yang berusia 50 tahun ke atas dengan masa kerja minimal 20 tahun bisa mengikuti uji sertifikasi meskipun belum sarjana. ”Guru yang D4 atau lulusan SPG dapat mengikuti asal memenuhi syarat,” kata Nurzaman.Ia menuturkan, aturan baru ini diberlakukan untuk meningkatkan kesejahteraan guru senior.Ketua Pelaksana Sertifikasi Rayon 11 Yogyakarta Sunaryo mengatakan belum memperoleh informasi resmi. ”Kemungkinan besar, kami baru diundang dua pekan lagi untuk rapat koordinasi,” katanya.Dia mengatakan, dengan adanya aturan baru itu, proses sertifikasi guru diperkirakan akan lebih lama sebab ada penyetaraan bagi para guru yang belum sarjana. ”Kalau memang untuk mengukur profesionalitas, sistem penyetaraan tetap harus ada,” ujarnya.Mengenai tunjangan profesi otomatis untuk guru S-2 dan S-3, Sunaryo mengatakan, tidak akan banyak mengurangi beban proses sertifikasi sebab jumlah guru bergelar S-2 dan S-3 hanya 0,1 persen. (IRE) -http://www.diknas.go.id/-

Persebaran Guru Belum Merata

Oleh arif
Selasa, 27 Januari 2009 04:46:01
Klik: 160
Cetak: 18


Klik untuk melihat foto lainnya...
Daerah Harus Bikin PemetaanJumlah guru di seluruh Indonesia sejatinya sudah cukup. Hanya, tingkat persebarannya belum merata. Alhasil, di satu sisi ada daerah yang kekurangan guru, di sisi lain ada pula yang kelebihan tenaga pendidik. Untuk mengatasi hal itu, Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) meminta kabupaten/kota memetakan guru di daerahnya masing-masing.Dirjen PMPTK Baedhowi mengatakan, pemetaan guru itu meliputi kualifikasi guru, golongan kepangkatan, maupun guru pengajar mata pelajaran. ''Kita petakan berapa guru yang sudah bergelar S-1, S-2, maupun S-3. Termasuk, berapa yang bergolongan II, III, maupun IV,'' terangnya.Dia menjelaskan, secara umum problem guru adalah tingkat pendistribusian yang kurang merata. ''Ada disparitas antara satu daerah dan daerah lain. Ada yang kekurangan, tapi ada juga yang kelebihan. Kita sedang menganalisisnya,'' ungkapnya.Menurut Baedhowi, saat ini rasio umum perbandingan guru dan murid untuk SD adalah 1 : 15. Padahal, idealnya 1 : 20. Memang, kata dia, ada daerah yang rasio mengajar antara guru dan murid sudah over. ''Perbandingannya banyak yang 1 : 40. Itu kan nggak ideal. Karena itu, pemda setempat harus segera mengambil strategi jitu untuk mengatasi problem itu,'' ungkapnya.Misalnya, memutasi guru dari daerah yang kelebihan guru ke daerah yang kekurangan. Dengan demikian, tercipta keseimbangan. ''Guru harus bersedia dimutasi. Apalagi, jika untuk memenuhi kebutuhan pegawai,'' cetusnya.Untuk SMP, tambahnya, rasio guru dan murid saat ini 1 : 20. Standarnya adalah 1 : 30. ''Namun, guru SMP dan SD tidak bisa disamaratakan. Sebab, SD itu guru kelas, sedangkan SMP guru mata pelajaran. Karena itu, dibutuhkan tenaga pendidik lebih banyak,'' jelasnya.Untuk mengatasi persoalan itu, pihaknya sudah meminta kabupaten/kota menghitung kembali jumlah guru di daerah masing-masing. Dengan begitu, dapat diketahui jumlah kebutuhan guru di Indonesia, sehingga datanya bisa dijadikan dasar rekrutmen tenaga pendidik oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN).Selain itu, tenaga pendidik yang ada harus dioptimalkan. Dengan adanya program sertifikasi guru, tingkat profesionalisme harus ditingkatkan.
Sumber: jpnn.com/ (kit/oki)Pada: Senin, 26 Januari 2009

PGRI Tuntut Gaji Guru Swasta Naik

Oleh arif
Selasa, 27 Januari 2009 04:37:17
Klik: 167
Cetak: 17


Klik untuk melihat foto lainnya...
Hasil Konkernas di BanjarmasinKonferensi Kerja Nasional (Konkernas) Pengurus Besar PGRI di Banjarmasin yang berlangsung 23–26 Januari menghasilkan beberapa keputusan penting. Keputusan itu, antara lain, tuntutan PGRI agar gaji guru swasta yang mengajar di TK/RA bisa naik. Sebab, saat ini masih banyak guru swasta yang menerima gaji Rp 100 ribu–Rp 150 ribu per bulan.’’Ini kan sangat miris. Mereka menerima gaji ala kadarnya. Bagaimana para guru dituntut bekerja profesional?’’ cetus Ketua Umum PGRI Sulistyo kepada Jawa Pos. Dia mengatakan, guru swasta yang mengajar di TK dan menjadi anggota PGRI sekitar 450 ribu. Mereka tergabung dalam Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI) PGRI. Mayoritas mereka mendapat penghasilan yang kurang layak per bulan. Padahal, di luar anggota PGRI masih ada ratusan guru swasta yang mengalami nasib serupa. Karena itu, PGRI meminta agar gaji guru swasta TK minimal sama dengan upah minimum regional (UMR) pendidikan.’’Harus ada penyusunan UMR pendidikan. Paling tidak, gaji guru Rp 1 juta. Saat ini, masih banyak gaji guru yang tidak manusiawi,’’ terangnya. Dengan gaji Rp 1 juta pun, besarnya penghasilan yang diterima guru sehari sekitar Rp 35 ribu. ’’Itu kan masih sama dengan gaji tukang batu,’’ ujarnya. Untuk itu, pemerintah harus segera menerbitkan peraturan UMR pendidikan.PGRI mendesak, mulai Mei 2009, tidak ada lagi guru yang mendapat gaji kecil. ’’Karena hal itu sama saja dengan mengeksploitasi tenaga pendidik,’’ ujarnya. Apalagi, saat ini jumlah TK di seluruh Indonesia amat banyak. Hampir di tiap desa didirikan TK. Pengajarnya dari berbagai latar pendidikan. Kendati kualifikasi pendidikan mereka ada yang sudah S1 atau setara D4, gaji mereka masih rendah. Di satu sisi, jumlah TK negeri di Indonesia masih minim. Tiap kabupaten/kota hanya ada satu TK negeri yang pengajarnya sudah diangkat PNS. Total ada 450–500 TK negeri di tanah air. Dengan demikian, baru sedikit guru TK yang mendapat kesejahteraan layak. ’’Di luar itu, masih ada ribuan TK swasta yang gurunya digaji pas-pasan,’’ jelas Sulistyo.Memang, katanya, guru swasta masih mendapat subsidi berupa tunjangan fungsional Rp 200 ribu per bulan. Hanya, belum semua guru swasta mendapat subsidi dari pemerintah. Padahal, Mendiknas Bambang Sudibyo pernah mengatakan, gaji guru minimal Rp 2 juta per bulan. ’’Itu kan gaji PNS, kalau untuk guru swasta, ya minimal Rp 1 juta,’’ ujarnya. Jika lembaga penyelenggara pendidikan tidak mampu, itu menjadi tanggung jawab pemerintah. Selain menuntut masalah kenaikan gaji, PGRI juga menyerukan tuntutan lain. Contohnya, guru yang memiliki masa mengajar cukup lama dan berusia 50 tahun segera diangkat jadi PNS. Termasuk, guru honorer atau guru tidak tetap yang telah memenuhi syarat pengangkatan PNS.
Sumber: jpnn.com/(kit/oki)Pada: Selasa, 27 Januari 2009

PERAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH

Oleh SMP Negeri 7 Padang
Selasa, 13 Januari 2009 15:54:52
Klik: 582
Cetak: 62


Klik untuk melihat foto lainnya...
PERAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH
Perpustakaan sebagai lembaga penyedia ilmu pengetahuan dan informasi mempunyai peranan yang signifikan terhadap lembaga induk serta masyarakat penggunanya. Demikian halnya di dalam lingkungan pendidikan seperti sekolah. Perpustakaan sekolah merupakan pusat sumber ilmu pengetahuan dan informasi yangberada di sekolah, baik tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah.
Perpustakaan sekolah harus dapat memainkan peran, khususnya dalam membantu siswa untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Untuk tujuan tersebut, perpustakaan sekolah perlu merealisasikan misi dan kebijakannya dalam memajukan masyarakat sekolah dengan mempersiapkan tenaga pustakawan yang memadai, koleksi yang berkualitas serta serangkaian aktifitas layanan yang mendukung suasana pembelajaran yang menarik.
Dengan memaksimalkan perannnya, diharapkan perpustakaan sekolah bisa mencetak siswa untuk senantiasa terbiasa dengan aktifitas membaca, memahami pelajaran, mengerti maksud dari sebuah informasi dan ilmu pengetahuan, serta menghasilkan karya bermutu. Sehingga pada akhirnya prestasi pun relatif mudah untuk diraih.
Dalam membantu siswa untuk menghasilkan karya yang bermutu, perpustakaan tidak bisa bekerja sendiri. Dukungan sekolah, terutama melalui kebijakan pimpinan (kepala sekolah), akan memperlancar tugas/kebijakan yang akan dijalankan oleh pengelola perpustakaan sekolah.
Tugas perpustakaan dalam memajukan masyarakat sekolah melalui ilmu pengetahuan dan informasi harus diwujudkan secara efektif dan efisien. Masyarakat sekolah yang menjadi sasaran perpustakaan, mulai dari pihak manajemen sekolah, guru, siswa, pihak orang tua, dan segenap warga sekolah yang lain harus menjadi pintar dengan adanya perpustakaan sekolah. Khususnya siswa, yang menjadi obyek dari pada pembelajaran dan pengajaran, harus dikenalkan betapa pentingnya manfaat dari perpustakaan sekolah. Masyarakat sekolah yang sadar dengan kehadiran perpustakaan akan mewujudkan masyarakat yang gemar membaca/reading society. Begitu ironis ketika kita mengamati hasil dari sebuah penelitian yang menunjukkan dari 50 sekolah yang diteliti, ternyata 8 sekolah diantaranya tidak mempunyai perpustakaan. Bagaimana siswa dapat menghasilkan karya dan mengukir prestasi jika di sekolahnya tidak tersedia perpustakaan?
Memang, proses belajar siswa tidak hanya dilakukan di sekolah. Istilah long life education harus tertanam betul dan diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari. Terutama menanamkan akhlak/nilai-nilai yang baik pada siswa. Perpustakaan dapat mengajarkannya tentang rasa tanggungjawab dalam meminjam dan menjaga koleksi dari kerusakan/hilang, membiasakan aktifitas membaca dalam mengisi jam istirahat, serta kebiasaan baik lain yang tercermin dalam tata tertib maupun peraturan perpustakaan. Pihak sekolah berkewajiban mem-backup peraturan yang dikeluarkan oleh perpustakaan. Diharapkan dengan penanaman akhlak/nilai-nilai yang baik ini, siswa dapat lebih bertanggungjawab dalam kehidupan sosialnya, menjadi taat pada orang tua dan bapak ibu guru, serta menjadi warga masyarakat yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Bukankah hal tersebut juga merupakan prestasi bagi siswa?
Karya yang bermutu dan prestasi hanya bisa diraih dengan adanya kemauan dan kebiasaan siswa untuk terus belajar, lewat membaca di perpustakaan sekolah. Kegemaran membaca yang sudah terbudaya di kalangan siswa, harus diimbangi perpustakaan sekolah dengan menyediakan koleksi yang bermutu dan bervariasi. Bukankah untuk menyediakan koleksi tersebut dibutuhkan anggaran dari pihak sekolah yang tidak sedikit? Bukankah idealnya 5 % anggaran sekolah diserahkan untuk pengembangan perpustakaan?
Setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah/digariskan dalam kurikulum harus di backup dengan baik oleh perpustakaan. Siswa yang menerima pelajaran di kelas, harus terus dimotivasi untuk terus belajar mengembangkan ilmunya melalui proses membaca di perpustakaan. Misalnya dengan memberi tugas membaca di perpustakaan, menceritakan kembali serta membuat laporan. Dengan menyediakan fasilitas belajar yang menyenangkan, dan kedekatan pustakawan dengan siswa akan membantu proses kenyamanan belajar di perpustakaan. Hasilnya siswa diharapkan bisa menguasai sekaligus mengembangkan mata pelajaran yang diterimanya di kelas. Pihak manajemen sekolah perlu mendukung kebijakan untuk cinta kepada perpustakaan sekolah. Misalnya saja memberi hadiah kepada siswa yang sering membaca di perpustakaan, serta menghimbau kepada guru untuk memotivasi siswa dalam melengkapi informasi dan pengetahuannya demi menunjang proses pendidikan serta daya serap terhadap mata pelajaran. Siswa yang sudah mempunyai motivasi tinggi untuk belajar, tinggal menunggu waktu saja agar dapat berkarya dan berprestasi.
Untuk mencapai tujuannya, perpustakaan sekolah perlu dikelola oleh pustakawan dengan tanggungjawab dan dedikasi yang tinggi terhadap layanan. Pustakawan sekolah harus mempunyai jiwa sabar, serta dituntut untuk memahami apa arti pendidikan sesungguhnya.
Perilaku pustakawan sekolah yang bengis, kurang ramah, serta sifat-sifat negative lain perlu dikikis habis. Sehingga siswa dapat lebih dekat dengan pustakawannya, yang merupakan penasihat siswa dalam belajar, serta mencari informasi dan ilmu pengetahuan.
Pustakawan sekolah juga harus bersifat proaktif dan suka menolong. Siswa yang kurang paham bagaimana cara mengakses sebuah koleksi, misalnya saja cara menelusur buku matematika tulisan Djoko Moesono. Pustakawan sekolah harus telaten dalam mengajarkan penelusurannya. Jika siswa mengetahui lewat judulnya, bisa langsung mengetik/mencari lewat judulnya. Atau kalau siswa lebih tahu siapa pengarang buku matematika tersebut, maka bisa dengan mengetik/mencari djoko moesono. Sehingga siswa lebih suka dan terbiasa dengan belajar, karena literatur yang mereka butuhkan untuk menunjang pelajaran, relatif mudah untuk diketemukan.
Siswa yang dekat dengan pustakawannya, akan mahir dalam mencari dan menggunakan informasi dan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses penyerapan dan penalaran pelajaran mereka. Siswa yang mudah menyerap pelajaran yang diberikan oleh guru, merekalah yang mudah pula untuk mengukir prestasi.
Selain membantu siswa dalam mengakses koleksi, pustakawan sekolah harus menyediakan informasi plus dan memberi solusi atas kesulitan siswa dalam belajar. Informasi tambahan yang dibutuhkan siswa, baik itu ilmu pengetahuan dan teknologi baru, atau pun informasi lain seperti lomba karya ilmiah remaja. Informasi yang gress serta teknologi baru akan menarik siswa untuk berduyun-duyun memanfaatkan perpustakaan sebagi pusat sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Dengan informasi dan teknologi terbaru itulah, siswa bisa lebih bisa berkiprah dalam meraih prestasi.
Tidak hanya menyediakan informasi paling gress saja, pustakawan juga harus menyiapkan ruang belajar, ruang diskusi, serta ruang untuk penelitian. Dengan adanya diskusi atau pun penelitian yang dilakukan siswa, berarti ada sinkronisasi antara kegiatan belajar di kelas dengan kegiatan nyata di lingkungan masyarakat sekitar. Atau siswa juga bisa mengembangkan bakat dan minatnya. Situasi bahwa belajar di perpustakaan sekolah dengan meja yang berdebu, terbatasnya meja untuk membaca, dan fasilitas yang sangat minim lainnya, harus diubah. Tidak harus perabot yang mahalmahal, cukup sederhana saja. Pustakawan sekolah dan semua pengguna wajibmemelihara dan membersihkan equipment yang ada. Sehingga tidak ada lagi kesulitan dalam belajar dan mengembangkan pelajaran. Siswa dapat belajar dengan nyaman, dan terus dapat berkarya.
Demi ketertiban dan kenyamanan belajar di perpustakaan, pustakawan sekolah harus pandai-pandai membuat jadual tentang pemakaian ruang diskusi, ruang penelitian, sehingga tidak terjadi benturan antara kelas yang satu dengan kelas yang lain. Jadual tersebut dapat diberitahukan kepada guru kelas atau pun guru bidang studi yang bersangkutan. Dengan pengaturan jadual yang tertib, siswa dapat diajarkan bagaimana mengatur waktu belajarnya dengan baik. Demikain pula saat siswa berada di rumah, kebiasaan untuk bisa mengatur waktu belajar, akan membantu siswa, baik dalam penguasaan pelajaran maupun dalam mengembangkan ilmunya di masyarakat.
Selain fasilitas yang cukup memadai dan waktu yang terjadual dengan baik, pustakawan harus bisa mewujudkan suasana belajar yang menarik bagi siswa. Pustakawan harus mengetahui dan sekaligus memahai teori pendidikan dan kaidah pembelajaran. Inovasi dalam memberikan layanan untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan harus terus dikembangkan. Sikap acuh tak acuh terhadap siswa, terutama siswa yang membutuhkan bimbingan di perpustakaan harus dibuang jauh-jauh. Komunikasi positif, baik di kalangan anak-anak (siswa sekolah dasar) maupun remaja (siswa sekolah menengah) harus terus dibangun.
Pustakawan sekolah harus ‘dekat’ dengan masyarakat penggunanya, khususnya siswa. Bagaimana pustakawan sekolah bisa dipercaya sebagai tempat ‘curhat’, baik dalam kesulitan belajar atau pun dalam menambah informasi tentang sumber pengetahuan yang belum diajarkan di kelas. Diharapkan segala permasalahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar selama di kelas atau di luar kelas, bisa ditemukan jawabannya. Sehingga siswa merasa nyaman, segala problematikanya dapat dicarikan solusi oleh pustakawan sekolah. Bukankan hal tersebut bisa menjadi motivasi siswa dalam berprestasi ?
Di negara tetangga kita, Malaysia, pustakawan lebih besar perannya dalam ikut melaksanakan penelitian yang dilakukan siswa. Selain menyediakan sumber informasi, pustakawan sekolah juga membantu siswa dalam pembuatan laporan penelitian. Tidak hanya itu, ternyata pustakawan di sana juga bertugas untuk membantu bimbingan siswa dalam mengerjakan tugas rumah maupun tugas di sekolah, jika siswa kurang paham terhadap mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Kalau hal di atas bisa diterapkan di negara kita, bisa-bisa tiap hari perpustakaan sekolah akan penuh sesak oleh siswa, baik yang ingin membaca, mencari informasi, atau pun melakukan bimbingan belajar. Dalam suasana belajar yang dengan kondusif, semua pihak akan dapat menghasilkan karya yang maksimal serta prestasi yang dapat membanggakan sekolah.

Pustakawan sekolah merupakan jaminan tercapainya tujuan pendidikan. Karena lewat bimbingannya, masyarakat sekolah, khususnya siswa akan melek informasi, menjadi terbiasa dengan aktifitas membaca, lebih cerdas, dapat menghasilkan karya yang baik, serta memudahkan siswa dalam meraih prestasi, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Pustakawan sekolah harus mahir dalam mengolah dan menata koleksi perpustakaan dengan baik. Sehingga saat koleksi dibutuhkan pengguna, sudah siap tersaji di rak sesuai kode buku/call number. Karena sebagian besar koleksi perpustakaan sekolah berupa buku penunjang kurikulum, maka mutu dari buku-buku itu harus diperhatikan. Karena buku merupakan jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala, mampu mengembangkan daya kreatifitas dan imajinasi karena membuat otak lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna.
Dengan terbiasa membaca buku, siswa akan terasah otak dan pola fikirnya. Membaca harus dijadikan aktifitas siswa sehari-hari. Buku harus dicintai dan bila perlu dijadikan sebagai kebutuhan pokok siswa dalam membantu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Jika ada kelebihan uang saku, daripada membeli mainan atau jajanan di sekolah, lebih baik membeli buku. Contoh lain dengan membentuk suatu kelompok baca, membeli secara patungan. Buku tersebut bisa dimanfaatkan secara bersama, atau pun bisa didokumentasikan ke perpustakaan sekolah.
Idealnya, setiap perpustakaan sekolah mampu menyediakan minimal 2.500 judul buku. Judul sebesar itu tidak termasuk koleksi lama yang telah dipunyai, akan tetapi koleksi uptodate yang sangat dibutuhkan masyarakat sekolah. Memang terasa cukup berat. Dengan anggaran yang terbatas, perpustakaan sekolah harus menyediakan koleksi uptodate yang sedemikian besar jumlahnya.
Untuk tujuan baik, kita semua harus berusaha bukan? Memang kalau ditanggung sendiri oleh perpustakaan akan terasa berat dan imposible. Bukankah banyak alternative cara pengadaan koleksi untuk mencapai jumlah ideal di atas?? Contoh. Sekolah A dengan keterbatasan dana hanya mampu membeli 1.000 judul buku yang uptodate.1.500 judul yang belum terpenuhi bisa disiasati dengan bekerjasama dengan perpustakaan sekolah B. Untuk jangka waktu 1 bulan koleksi yang ditukar dengan sekolah B sejumlah 500. Dengan perjanjian yang ditetapkan bersama, sekolah A akan mendapat pinjaman sejumlah buku yang sama. Setelah kerjasama selesai, bisa dilanjutkan dengan sekolah C. Begitu seterusnya. Sehingga siswa merasa koleksi yang dibaca di perpustakaan selalu ada yang baru, bacaan mereka terus berganti-ganti. Dengan cara itu, jumlah koleksi perpustakaan bisa melampaui target minimal 2.500 judul buku, walau tidak harus dipunyai sendiri. Dengan bacaan uptodate yang terus berganti, siswa menjadi kaya akan wawasan, ilmu pengetahuan, informasi, tidak gaptek serta menjadi siswa pintar yang mempunyai segudang prestasi.
Kita juga dapat menggunakan pedoman yang dibuat oleh IFLA/UNESCO dalam menyediakan koleksi yang bermutu dan variatif, yaitu rumusan yang menyatakan bahwa setiap siswa mendapatkan jatah 10 judul buku. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan kondisi perpustakaan sekolah yang ada di negara maju seperti Amerika. Di sana, untuk setiap siswa, perpustakaan sekolah mampu menyediakan 40 judul buku.
Akan tetapi, sekali lagi hal itu bisa disiasati. Misalnya saja dengan mendirikan kelompok baca yang terdiri dari 10 siswa. Tiap-tiap siswa membawa 1 buku, sehingga total per kelompok baca berjumlah 10 judul buku yang berbeda. Untuk setiap kelompok baca dijadualkan bisa menyelesaikan seluruh bacaannya dalam waktu 1 minggu. Setelah itu, bisa menceritakan kembali bacaan yang dibacanya, meringkas, atau pun membuat laporannya. Baru kemudian diadakan tukar-menukar bacaan diantara semua kelompok baca yang terbentuk disekolah. Apabila jadual tukar-menukar tersebut sudah terpenuhi, maka dilakukan periode baru, sehingga buku yang beredar di masing-masing kelompok baca akan mengalami peremajaan/pergantian koleksi yang baru. Sehingga siswa akan menjadi terbiasa dengan membaca, memahami setiap bacaan, kaya akan wawasan dan ilmu pengetahuan, yang menjadi prasyarat agar siswa bisa berprestasi.
Untuk menambah koleksi yang bermutu dan variatif, perpustakaan sekolah juga bisa menempuh langkah sebagai berikut. Setiap siswa yang lulus sekolah, diwajibkan untuk menyumbangkan 1 buku untuk dijadikan koleksi perpustakaan. Akan tetapi langkah ini perlu disosialisasikan kepada seluruh siswa, guru, manajemen sekolah, bahkan wali siswa, agar tidak terjadi salah pengertian di kemudian hari. Dengan koleksi yang bermutu dan variatif, diharapkan akan menumbuhkan kegemaran membaca serta dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa.
Koleksi yang memadai merupakan jaminan tercapainya tujuan pendidikan, khususnya di sekolah. Formasi untuk koleksi di perpustakaan sekolah seyogyanya berisi 60 % mewakili buku non fiksi penunjang kurikulum, sedangkan 40 % berupa novel, majalah, CD, game, video, dsb. Tidak baik jika sebuah perpustakaan sekolah mengisi sebagian besar koleksinya dengan buku non fiksi saja/buku pelajaran semua. Karena siswa juga membutuhkan bacaan sebagai hiburan/refreshing seusai mereka berkutat dengan pelajaran di kelas. Pun demikian, sangat tidak baik juga apabila koleksi perpustakaan diisi dengan banyak buku-buku fiksi. Bukankah perpustakaan tidak sama dengan persewaan komik di pinggir-pinggir jalan?? Yang bisa melalaikan siswa dari tujuan utamanya untuk belajar di sekolah ??
Sesekali perpustakaan sekolah, harus mencoba untuk mengadakan penelitian ‘kecil-kecilan’ untuk lebih meningkatkan layanan kepada masyarakat sekolah. Misalnya saja bekerjasama dengan guru dalam menyebarkan angket kepada siswa, mengenai jenis-jenis bacaan yang disukai siswa. Hasil daripada angket tersebut bisa menjadikan masukan perpustakaan sekolah khususnya, maupun pihak manajemen dan guru. Memahami akan kebutuhan bacaan siswa, akan memotivasi siswa untuk cinta kepada membaca, cinta terhadap bacaan, sebagai penghargaan/penghormatan terhadap sebuah karya, sekaligus mendorong mereka untuk menghasilkan karya yang bermutu dan prestasi.
Selain buku, minat membaca siswa perlu difasilitasi misalnya dengan membuat majalah dinding untuk science, atau pun karya sastra yang lainnya. Siswa bisa menggunting informasi yang bermanfaat dari koran/majalah di rumah, untuk dibawa ke perpustakaan sekolah. Kemudian untuk setiap hasil guntingan tersebut dikelompokkan menurut topiknya, untuk kemudian ditempel dan dipajang sebagai hasil karya dari siswa. Dalam kurun waktu tertentu, majalah dinding di perpustakaan sekolah ini harus terus di-update. Hal ini akan memotivasi siswa, selain untuk gemar membaca, juga gemar berkarya. Lewat karya di dinding ini pula, akan terjadi penyebaran informasi yang bermnfaat bagi siswa-siswa lain yang membaca. Sehingga makin banyak siswa yang pandai, cerdas dan semakin mudah pula mereka untuk berprestasi.
Agar tidak gaptek serta tidak ketinggalan informasi, koleksi perpustakaan juga perlu ditambah dengan akses internet, bisa berupa jurnal pendidikan atau pun informasi terkini lainnya. Pendidikan penelusuran informasi/browsing di internet harus diajarkan sejak pertama kali siswa masuk di sekolah, karena akan besar manfaatnya untuk membantu proses pendidikan yang berlangsung. Setelah itu perlu dilakukan pembinaan terprogram dan monitoring terhadap aktifitas siswa dalam ber-internet. Hanya informasi yang benar-benar bermanfaat saja yang bisa dijadikan sumber ilmu pengetahuan dan pelajaran siswa dalam kelas. Dengan internet, waktu pencarian terhadap sebuah informasi relatif lebih cepat. Dan informasi dari internet akan lebih uptodate. Apa pun masalah yang ditemui siswa, pasti ada solusinya di internet. Siswa juga dapat mengembangkan pelajarannya dengan dibantu sumber dari internet. Dengan internet siswa akan menjadi pelajar yang plus, prestasi pun sudah menanti di depan.

Perpustakaan sekolah merupakan pusat masyarakat sekolah dalam mencari sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Selain kinerja pustakawan sekolah serta koleksi yang baik, aktifitas layanan perlu diberdayakan guna mendukung peran perpustakaan sekolah. Aktifitas layanan perpustakaan sekolah akan banyak dipengaruhi
oleh aktifitas siswa dalam memanfaatkannya. Sebagai mitra siswa dalam belajar, perpustakaan sekolah dapat merencanakan user education agar siswa memahami maksud dan tujuan layanan yang diberikan.
Pustakawan sekolah harus kreatif dalam mengemas layanan panduan siswa ini. Jadual untuk user education ini perlu disusun sedemikian rupa agar berjalan secara efektif. Di sini siswa perlu dikenalkan bagian-bagian yang ada di perpustakaan sekolah. Seperti bagian peminjaman, penjajaran/shelving di rak koleksi, dsb. Di samping itu, perlu juga diajarkan fungsi dari masing-masing koleksi yang ada di perpustakaan. Dengan memahami maksud beberapa informasi yang ada di perpustakaan, siswa tidak akan salah jalan ketika akan mencari informasi dan ilmu pengetahuan sebagai pelengkap/tambahan dari mata pelajaran yang diterima di kelas.
Di kelas, pelajaran yang mereka terima tentu dapat dikembangkan dengan menggunakan acuan/sumber informasi di perpustakaan. Siswa bisa memperdalam ilmunya secara lebih detail. Proses penyerapan dan penalaran pelajaran merupakan awal dari proses yang harus dilalui siswa untuk menghasilkan karya yang bermutu. Siswa yang sering memanfaatkan perpustakaan sekolah, akan terbiasa dengan koleksi yang ada. Karena kelengkapan sumber informasi sangat menentukan dalam membuat karya yang bermutu, maka semakin banyak sumber informasi yang dipakai, makin baik pula suatu karya dapat dihasilkan.
Dengan rasio jumlah pustakawan sekolah dan siswa yang jauh dari ideal, maka seyogyanya sejak dini perpustakaan telah mengenalkan bagaimana tips-tips memanfaatkan layanan dan koleksi yang ada untuk membantu mencapai tujuan pendidikan siswa. Misalnya untuk sekolah dasar kelas 4 dan 5, sedangkan sekolah untuk sekolah menengah kelas 2. Selain mereka diberikan bimbingan cara memanfaatkan perpustakaan dengan benar, mereka juga dibebani kewajiban untuk mensosialisasikan kepada adik-adik kelasnya. Dengan pendidikan yang berantai, seluruh siswa akan mempunyai ilmu tentang bagaimana memanfaatkan perpustakaan sekolah dengan baik sehingga akan lebih termotivasi untuk belajar. Belajar akan menjadi aktifitas sehari-hari siswa. Siswa yang terbiasa dengan belajar, akan lebih mudah pula dalam berprestasi.
Siswa juga harus terus untuk dilatih berdiskusi. Misalnya saja berdiskusi tentang suatu cerpen atau mendiskusikan tentang terjadinya gelombang pasang air laut yang disebabkan oleh gerhana bulan. Bertempat di ruang diskusi perpustakaan sekolah, dipandu oleh guru dan pustakawan sekolah, siswa dilatih untuk mengungkapkan ide-ide ilmiahnya, mempertahankan pendapatnya, serta mencari solusi/kesimpulan dari suatu permasalahan yang terjadi. Untuk bisa mendapatkan ide ilmiah, siswa terlebih dahulu harus terbiasa dengan membaca maupun browsing di internet, sehingga wawasan keilmuan siswa akan lebih luas dan terfokus. Siswa yang kaya akan berbagai ide ilmiah, tidak akan kesulitan dalam berkarya dan berprestasi.
Menjajal penelitian terhadap masalah yang terjadi di sekitar, dihubungkan dengan dengan mata pelajarannya, sangat mungkin dikerjakan oleh siswa. Dengan dibantu guru pembimbing penelitan dan pustakawan sekolah, siswa akan lebih bersemangat dan termotivasi dalam penelitian. Perpustakaan sekolah harus menyediakan semua informasi yang dibutuhkan selama penelitian berlangsung, termasuk dalam pembuatan laporan penelitian.
Selain memberikan layanan terfokus pada siswa, perpustakaan sekolah dapat mengembangkan dan meningkatkan layanannya, bekerjasama dengan pihak-pihak terkait, antara lain orang tua siswa, sekolah sejenis yang lebih baik, serta dengan perpustakaan umum/daerah.
Orang tua siswa merupakan mitra belajar siswa di rumah. Dalam program membaca sebagai aktifitas siswa di rumah, perpustakaan sekolah dapat memotivasi orang tua agar menjadi teladan bagi putra-putrinya. Saat menunggu anaknya pulang sekolah, orang tua bisa meluangkan waktu untuk membaca di perpustakaan sekolah. Selain itu, peran oarang tua juga bisa menjadi penyedia anggaran untuk pembelian buku, memberi hadiah ulang tahun dengan buku cerita/science terbitan terbaru, membudayakan membaca surat kabar/majalah di rumah, serta mengajak anak-anak ke perpustakaan umum/daerah saat setiap libur akhir pekan. Budaya membaca dan belajar yang dikembangkan orang tua akan mendarah daging pada anak, sehingga secara otomatis, otak mereka selalu terasah dengan ilmu dan pengetahuan. Siswa tidak akan mengalami kesulitan lagi dalam penyerapan dan penalaran pelajaran jika otak mereka selalu terasah dan terbiasa dengan ilmu pengetahuan. Bukankah siswa berprestasi akan selalu mengasah pola fikirnya dengan ilmu pengetahuan ??
Untuk menjadi lebih baik, perpustakaan sekolah harus terus berbenah. Studi banding dengan sekolah yang sejenis, tetapi sudah terlebih dulu memiliki prestasi; harus terus dilakukan. Mereka bisa berbagi tentang cara belajar, cara menambah ilmu pengetahuan di luar kelas, cara memanfaatkan perpustakaan beserta koleksinya, dsb. Tujuannya agar rahasia sekolah unggulan dapat diterapkan, dan siswa yang belum berprestasi dapat berbagi pengalaman dengan siswa sekolah ungulan yang telah berprestasi.
Dengan perpustakaan umum/daerah, perpustakaan sekolah juga bisa bekerjasama dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan layanannya kepada siswa, khususnya bagi siswa kelompok usia anak dan remaja. Kerjasama dapat dilakukan misalnya dengan melakukan study visit ke perpustakaan umum/daerah untuk mengetahui koleksi apa saja yang sesuai untuk siswa pada usia anak-anak atau remaja, serta layanan apa saja yang telah dihadirkan di sana. Sehingga sepulang dari perpustakaan umum/daerah, siswa akan memiliki wawasan tentang semua hal yang berkait dengan perpustakaan dan jasa layanannya. Sedangkan bagi perpustakaan sekolah, bisa berbenah ke dalam. Siswa yang senang dan sering memanfaatkan perpustakaan sebagai penyedia jasa informasi dan ilmu pengetahuan, akan terbantu dalam mewujudkan prestasi dan cita-citanya.

BOS TAHUN 2009 dan BEBAS BIAYA SEKOLAH

Oleh wirnadianhar
Rabu, 24 Desember 2008 17:41:23
Klik: 1298
Cetak: 66


Klik untuk melihat foto lainnya...
Sesuai surat edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 186/MPN/KU/2008 tanggal 8 Desember 2008 tentang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun Ajaran 2009. Untuk itu, dengan hormat diinformasi pada Saudara hal- hal sebagai berikut :
1. Bahwa anggaran BOS untuk tahun 2009 dinaikan rata-rata 50%, sehingga besaran BOS menjdi :
a. Untuk SD/MI Negeri dan Swasta = Rp. 400.000,- /siswa/tahun
b. Untuk SMP/MTs Negeri dan Swsta = Rp. 575.000,- /siswa/tahun
2. Jumlah satuan biaya BOS tersebut termasuk untuk pembelian buku teks. Ketentuan lebih lanjut akan diatur melalui petunjuk teknis dari Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
3. Dengan kenaikan kesejahteraan guru PNS dan kenaikan BOS sejak Januari 2009, semua SD dan SMP negeri harus membebaskan siswa dari biaya operasional sekolah kecuali sekolah pada kategori Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
4. Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota mengendalikan pungutan biaya operasioanl di SD dan SMP swasta, sehingga dari keluarga siswa miskin yang terdaftar pada SD dan SMP swasta, bebas dari pungutan untuk biaya operasional sekolah dan tidak ada pungutan berlebihan kepada siswa yang berasal dari keluarga mampu.
5. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib mensosialisasikan dan melaksanakan kebijakan BOS 2009 serta memberikan sanksi kepada pihak yang melanggarnya.
Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang : ........ KLIK ........
Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional : ......... KLIK .........

Anggaran Pendidikan dalam RAPBN 2009

Pada tanggal 15 Agustus 2008, sekitar dua minggu yang lalu, Presiden telah menyampaikan pidato kenegaraannya sekaligus sebagai pengantar RAPBN 2008 di depan anggota Dewan. Ada hal yang menarik dalam penyampaian Nota Keuangan (NK) dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009 ini jika dibandingkan dengan NK-RAPBN tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada disampaikannya pula Dokumen Tambahan yang melekat pada NK-APBN 2009. Dokumen Tambahan ini merupakan ralat (lebih halusnya penyempurnaan) dari NK-RAPBN yang sebelumnya (sebelum pidato kenegaraan Presiden) telah dicetak dan disampaikan kepada anggota Dewan.Adanya Dokumen Tambahan ini berpangkal pada dua hal utama. Pertama adalah adanya putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan uji material UU-APBNP 2008 terhadap UUD’45. Poin kruisal uji material ini adalah mengenai alokasi anggaran pendidikan yang belum mencapai angka 20% dai total APBN seperti yang diamanatkan dalam pasal 31 ayat (4) UUD’45. Walaupun permohonan uji material yang diajukan para guru dan pengurus besar PGRI ini dikabulkan MK, namun tidak serta merta UU-APBNP 2008 tidak berlaku. UU ini tetap berlaku sampai UU-APBN 2009 terbentuk, MK beralasan masih berlakunya UU-APBNP 2008 ini adalah untuk menghindari kekacauan dalam administrasi keuangan negara. RAPBN 2009 inilah momen yang mengakomodasikan putusan MK tersebut, mau tidak mau pemerintah harus menyediakan alokasi pendidikan sebesar 20% dari total Belanja Negara dalam APBN. Alasan kedua penyampaian Dokumen Tambahan ini adalah pemutahiran data/ asumsi harga minya indonesia (ICP) dalam pasar internasional. Pemutahiran ini adalah turunnya asumsi harga ICP di tahun 2009 dari angka 130 USD ke angka 100 USD untuk setiap barelnya. Sebagian orang/ pengamat ekonomi beranggapan angka ICP ini terlalu optimistis dan hanya dibuat-buat untuk menutupi besaran angka 20% alokasi anggaran pendidikan. Tapi kalau dilihat memang sekarang ini harga minyak dunia cenderung mengalami penurunan, walaupun masih sulit diprediksi ke angka mana grafik itu akan berhenti, karena masalah geopolitik dan spekulan masih dominan (lebih jelasnya lihat grafik). Bagaimanapun, Pemerintah tidak bisa disalahkan, karena asumsi ini masih berada dalam range kesepakatan DPR-Pemerintah yaitu 95 s.d. 120 USD per barel.Pendidikan merupakan suatu hal yang fundamental dalam pembangunan manusia. Dalam Pembukaan UUD’45 pun diamanatkan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Demikian juga disebutkan dalam RKP 2009 bahwa salah satu prioritas pembangunan nasional adalah peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan dimana salah satu sasarannya adalah peningkatan partisipasi jenjang pendidikan dasar hingga tingkat pendidikan tinggi serta perbaikan kualitas pendidikan. Semua itu seakan menjadi sia-sia jika tidak didukung oleh alokasi dana yang mencukupi. Untuk itu dalam pasal 31 ayat (4) UUD’45 disebutkan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.Perubahan asumsi harga ICP dipasaran internasional dan pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN membawa perubahan dalam postur RAPBN 2009. Dari segi pendapatan negara misalnya, PPh migas misalnya turun dari Rp 85,6 triliun menjadi Rp 65,7 triliun; penerimaan bea keluar turun dari Rp 12,1 triliun menjadi Rp 9,3 triliun; penerimaan negara dari bagi hasil migas juga turun dari Rp 278,9 triliun menjadi Rp 203,1 triliun; demikian juga untuk pos pendapatan dari PNBP lainnya. Secara keseluruhan anggaran pendapatan negara turun dari Rp 1.124,0 triliun menjadi Rp 1.022,6 triliun.Di sisi lain perubahan asumsi ini dengan ditunjang perubahan asumsi parameter BBM bersubsidi dari 38,8 juta kiloliter menjadi 36,8 juta kiloliter, mengakibatkan besaran belanja negara juga mengalami perubahan. Terutama subsidi energi turun dari Rp 258,0 triliun menjadi Rp 161,8 triliun. Demikian juga mengakibatkan penurunan alokasi dana bagi hasil migas dari Rp 50,0 triliun menjadi Rp 37,1 triliun. Dana alokasi umum juga mengalami penurunan dari Rp 201,9 triliun menjadi Rp 183,4 triliun.Di samping itu dana otonomi khusus mengalami penurunan dari Rp 9,1 triliun menjadi Rp 8,3 triliun. Sedangkan pembayaran utang dalam negeri mengalami kenaikan dari Rp 76,0 triliun menjadi Rp 77,1 trliun.Secara total perubahan-perubahan tersebut membawa dampak penurunan belanja negara sebesar Rp 127,3 triliun. Tetapi kalau kita lihat postur Dokumen Tambahan RAPBN 2009, belanja negara turun Rp 81,1 triliun dari Rp 1.203,3 trilun menjadi Rp 1.122,2 triliun. Ada selisih sekitar Rp 46,15 triliun. Inilah yang dipakai untuk menambah alokasi pendidikan hingga mencapai 20% dari APBN.Selama ini alokasi anggaran pendidikan dalam APBN mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Hal ini bisa dilihat dari besaran alokasi fungsi pendidikan dalam belanja pemerintah pusat dan alokasi anggaran yang diperoleh Departemen Pendidikan. Walaupun sebenarnya hal ini tidak pas untuk menunjukkan total besaran alokasi pendidikan dalam APBN karena mesti memperhitungkan besaran alokasi pendidikan yang di transfer melalui dana perimbangan maupun dana otonomi khusus.Dilihat dari belanja pemerintah pusat klasifikasi fungsi dari tahun ke tahun, anggaran pendidikan ini mengalami perkembangan. Pada tahun 2005 alokasi fungsi pendidikan ini mencapai Rp 30,6 triliun. Selanjutnya terus mengalami kenaikan, pada tahun 2006 mencapai Rp 43,3 triliun, Rp 51,4 triliun pada tahun 2007, dan pada tahun 2008 mencapai Rp 58,0 triliun. Pada tahun 2009 sendiri alokasi fungsi pendidikan dalam belanja pemerintah pusat mencapai Rp 115,2 triliun. Lebih jelasnya lihat grafik.Sedangkan jika dilihat dari klasifikasi organisasi, alokasi anggaran buat Departemen Pendidikan juga berkembang dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 alokasi buat Departemen Pendidikan Nasional mencapai Rp 26,1 triliun. Sedangkan pada tahun 2006 mencapai Rp 40,1 triliun; Rp 39,2 triliun pada tahun 2007; Rp 45,3 triliun pada tahun 2008; sedangkan pada tahun 2009 mencapai Rp 52,0 triliun tetapi belum memperhitungkan tambahan alokasi pendidikan sebesar Rp 46,15 triliun. Lebih jelasnya lihat grafik.Angka 20% anggaran pendidikan dalam RAPBN 2009 adalah sebesar Rp 224,4 triliun. Yang terdiri dari anggaran pendidikan pada BPP Rp 123,1 triliun; DAK pendidikan Rp 8,0 triliun; DAU pendidikan Rp 90,5 triliun, Dana Otonomi Khusus Pendidikan, Rp 1,8 triliun; dan DBH pendidikan Rp 1,0 triliun.Tambahan alokasi anggaran pendidikan ini tentusaja belum poin terakhir yang telah dicapai. Tetapi yang lebih penting bagaimana mengelola kucuran anggaran pendidikan ini, bagaimana mengoptimalkan penyerapan anggaran. Semoga penambahan alokasi anggaran ini benar-benar bisa meningkatkan pembangunan manusia Indonesia.

Senin, 23 Februari 2009

Anak Putus Sekolah, Disdikpora Siapkan Bea Siswa Rp9,9 M

7.682 Anak Putus Sekolah, Disdikpora Siapkan Bea Siswa Rp9,9 M
Oleh arif
Jumat, 23 Januari 2009 04:55:40





Klik untuk melihat foto lainnya...

klik untuk melihat foto

Sebanyak 7.682 siswa di Sumbar mulai dari SD sampai SLTA tahun ajaran 2007/2008 mengalami putus sekolah. Identifikasi yang dilakukan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Sumbar, penyebab utama anak putus sekolah karena faktor ekonomi.

Beberapa daerah yang menjadi penyumbang angka putus sekolah tertinggi di antaranya Pasaman Barat (Pasbar) untuk tingkat pendidikan MA dan MTs, Pesisir Selatan untuk tingkat pendidikan SMP, Agam untuk tingkat pendidikan SMA, Padang untuk tingkat pendidikan SMK. Siswa yang putus sekolah sebagian besar mereka yang lagi duduk dikelas III.

Untuk menekan angka putus sekolah tersebut, Dinas Pendidikan sudah menyiapkan paket bea siswa sebesar Rp9,9 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Rp9,07 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Skemanya dari APBD tiap siswa dialokasikan Rp300 ribu per tahun dan APBN sebanyak Rp576 ribu per siswa tiap tahunnya.

“Jumlah ini memang tidak akan cukup untuk membiayai semua kebutuhan pendidikan siswa tetapi minimal bisa meringankan beban mereka. Untuk mendapatkan bea siswa Dinas Pendikan kabupaten/kota bisa mengajukan usul nama-nama yang dinilai layak menerima bea siswa, “ terang Kepala Bidang SMP/SMA Dinas Pendidikan Sumbar Muliardi kepada Padang Ekspres (Group Padang-Today), Rabu (21/1).

Muliardi juga menegaskan agar penyaluran bea siswa tepat sasaran, pihaknya akan memverifikasi ke lapangan nama-nama yang diusulkan dinas kabupaten/kota. Sebab siswa yang berhak menerimnya hanya dari keluarga miskin sesuai indikator Badan Pusat Statistik (BPS) seperti punya kartu keluarga (KK) miskin, terdaftar sebagai penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan beras untuk rakyat miskin (Raskin) serta persyaratan lainnya.

Menurutnya, selain cara tersebut nama-nama yang menerima beasiswa juga akan diumumkan di sekolah masing-masing. “Jadi kalau ada nama yang tidak layak menerima kan bisa diprotes dan mendapat masukan dari siswa lainm,” tukasnya. Karena itu ia juga meminta dinas kabupaten/kota selektif dalam pengusulannya.

Perbanyak Sosialisasi

Wakil Ketua DPRD Sumbar Apris meminta Dinas Pendidikan memperhatikan semua aspek dalam pengelolaan bea siswa yang sudah diplot dalam anggaran 2009 sehingga tidak memicu ketegangan baik antara dewan dengan diknas maupun dengan penerima bea siswa. Karena itu ia meminta dinas memperhatikan pengelolaan bea siswa mulai dari aspek sosialisasi, pendataan, standarisasi dan mekanisme penyaluran.

Menurutnya sosialisasi berpotensi menghilangkan hak si miskin mendapatkan bea siswa. Sebab, sudah bukan rahasia umum, sekolah yang berada di pinggiran jauh dari akses informasi. Karena itu media penyampaian informasi harus diperbanyak tidak hanya melalui leafleat dan surat dari diknas setempat tetapi media massa bisa menjadi salah satu altenatif seperti koran dan radio.

“Jangan sampai ada siswa yang berhak mendapat beasiswa tetapi tidak terbantu karena informasi tidak sampai. Forum kepala sekolah seperti MKKS dan KKG bisa menjadi jembatan informasi. Pokoknya semua media harus dioptimalkan. Selain sosialisasi, pendataan pun harus diawasi dan di-cross check dari provinsi,” ujarnya.

Ditegaskan Apris Diknas tidak boleh pasif dan menerima saja data yang sodorkan iknas kabupaten/kota. Menurutnya, harus ada kroscek langsung ke siswa yang bersangkutan melalui sistim sampling. Kroscek tidak hanya dari provinsi tetapi juga dari Disdik setempat ke sekolah dan rumah siswa yang didata. Karena itu, harus ada koordinasi yang baik antara diknas provinsi dan kabupaten. “Objeknya kan ada disana,” tukasnya.

Dalam konteks penyaluran, Apris juga menyarankan dananya langsung didrop ke rekening siswa bagi yang berada diperkotaan dan dekat dengan akses perbankan. “Untuk siswa di daerah pinggiran bisa didrop ke rekening sekolah. Jangan sampai tempat singgahnya banyak. Kalau bisa penyalurannya juga tepat waktu. Jangan sampai ditunda-tunda karena mereka sangat membutuhkan,” pungkasnya. (*)

Sumber: padangtoday.com
Gebril Daulay - Padang Ekspres
Kamis, 22/01/2009

Anggaran Siswa Miskin Turun

Anggaran Siswa Miskin Turun
Oleh arif
Selasa, 27 Januari 2009 04:43:03





Klik untuk melihat foto lainnya...

Meski porsi anggaran pendidikan sudah 20 persen dari APBN, itu tidak otomatis mendongkrak bantuan untuk siswa miskin jenjang SMA. Sebaliknya, tahun ini anggaran bagi siswa miskin justru anjlok. Subsidi pemerintah melalui bantuan khusus murid (BKM) turun menjadi Rp 194 miliar. Padahal, tahun-tahun sebelumnya pemerintah rata-rata mengalokasikan dana Rp 242 miliar.

Direktur Pembinaan SMA Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Madikdasmen) Sungkowo mengatakan, anjloknya alokasi BKM disebabkan adanya beberapa prioritas program lain yang harus didahulukan. Contohnya, membangun sekolah baru di berbagai daerah.

Dia mengatakan, di beberapa wilayah pemekaran (Indonesia Timur), masih banyak yang kekurangan sekolah. ''Karena itu, kami pioritaskan membangun sekolah-sekolah baru,'' ujarnya. Kendati demikian, penambahan unit SMA itu tetap harus dikontrol. ''Jangan sampai SMA justru malah tumbuh subur. Sebab, rencana kita membalik rasio siswa SMA dan SMK,'''tambahnya.

Di samping itu, instansinya sedang concern terhadap peningkatan mutu pendidikan. Misalnya, menggenjot mutu rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). ''Karena itu, subsidi untuk siswa miskin terpaksa dikurangi,'' tuturnya. Semula, kuota siswa miskin yang mendapat BKM 310 ribu. Anggaran yang dialokasikan untuk meng-cover siswa sebanyak itu Rp 242 miliar. Tahun ini, kuota penerima bantuan menurun menjadi 248.124 siswa. Dananya turun menjadi Rp 194 miliar.

Idealnya, kata Sungkowo, siswa miskin yang seharusnya ter-cover BKM sekitar 17 persen dari total jumlah siswa SMA di Indonesia. Saat ini total siswa SMA di Indonesia mencapai 4 juta orang. Sebanyak 17 persen di antaranya tergolong miskin. ''Saat ini kami baru bisa mengalokasikan sembilan persen dari total siswa SMA,'' jelasnya.

Sumber: jpnn.com/ (kit/oki)
Pada: Senin, 26 Januari 2009