Rabu, 04 Maret 2009

Tawuran Akibat Minim Teladan


Oleh wirnadianhar
Minggu, 21 September 2008 10:21:46





Klik untuk melihat foto lainnya...

Terjadinya tawuran antar remaja atau mahasiswa di bulan Ramadhan ini, merupakan cermin semakin minimnya sosok panutan yang bisa menjadi teladan masyarakat khususnya generasi muda di tanah air.

“Informasi sekarang sudah tidak terbatas, siapa saja bisa menyimak melalui layar televisi, koran serta media lainnya berbagai peristiwa dan berita yang menyangkut kehidupan sosial, agama dan politik, termasuk di antaranya berita negatif tentang korupsi, kemiskinan dan sebagainya,” kata anggota Komisi X DPR RI dari F-PKS, Aan Rohana seperti dikutip kapanlagi.com.

Masyarakat setiap hari disuguhi berita-berita yang membuat masyarakat gamang karena para petinggi yang harusnya bisa menjadi teladan malah berbuat sebaliknya. Demikian juga peran orang tua dan keluarga dalam pendidikan moral dan agama sudah luntur karena kesibukan orang tua mencari nafkah sehingga perhatian terhadap anak semakin berkurang.

Sementara pendidikan di sekolah saat ini tidak memberikan layanan memadai bagi peserta didik untuk mendapatkan pemahaman tentang moral, budi pekerti, akhlak dan nilai-nilai agama. “Kejadian tawuran belakangan ini khususnya selama Ramadhan kebanyakan dilakukan anak-anak dan remaja pada usia wajib belajar yakni SD dan SMP yang merupakan masa di mana anak sedang mencari identitas diri,” katanya menambahkan. Meski pembinaan akhlak dan penanaman nilai agama utamanya menjadi peran keluarga dan orang tua, namun penanamannya akan semakin kokoh apabila didukung oleh pembelajaran di sekolah.

Sekolah bisa menyusun kurikulum sesuai dengan kebutuhannya masing-masing karena saat ini pemerintah sudah memberikan keleluasaan melalui kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), artinya sekolah memiliki kebebasan untuk memfokuskan program unggulan sekolah itu pada bidang mana, katanya. “Sekolah bisa menyusun kurikulum yang disesuaikan dengan agenda satu tahun, misalnya pada saat bulan puasa, jumlah jam belajar mengajar dikurangi namun diperbanyak kegiatan ekstrakulikuler memperdalam agama dengan cara-cara yang menyenangkan dan tidak harus selalu di dalam ruang kelas,” katanya.

Selain itu, sekolah harus mampu membentuk suasana kondusif terhadap siswa seperti kebiasaan memberikan salam pagi kepada kepala sekolah dan guru, memberikan ruang yang cukup bagi peserta didik untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing, atau secara rutin melaksanakan kegiatan sosial untuk masyarakat di sekitarnya.

Ia mengatakan, beberapa sekolah negeri sudah menerapkan kegiatan yang bisa menanamkan nilai akhlak dan sosial kepada peserta didik, seperti kegiatan tadaruz bagi siswa muslim dan sementara non muslim melaksanakan ibadah sesuai dengan ajarannya dan sebagainya. “Kalau suasana kondusif seperti itu bisa diterapkan di semua sekolah, saya yakin dengan penanaman nilai agama dan sosial secara terus menerus mampu meredam emosi yang meletup-letup anak-anak di usia remaja mereka,” katanya.

Kurikulum

Sementara itu, Direktur Pembinaan TK dan SD Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Depdiknas, Mudjito Ak mengatakan, kasus tawuran di kalangan remaja tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada pihak sekolah atau kurikulum pendidikan di Indonesia.

“Kurikulum pendidikan kita sudah semakin baik, bahkan sekarang ini ada KTSP yang memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk menentukan silabus dan model yang akan diunggulkan dari sekolah itu,” katanya. Mudjito menyatakan keberatan bila tawuran remaja disebabkan kurikulum yang terlalu padat. “Justru kita sudah sesuaikan dengan mengembangkan program KTSP sebab sekolah yang lebih memahami kebutuhan siswa”.

Ia mengatakan, saat ini di kelas satu dan dua sekolah dasar (SD) sudah diperkenalkan dengan program tematik sehingga lebih terarah dan siswa tidak menghadapi beban terlalu berat pada usianya. “Anak-anak itu merupakan fungsi dari keluarganya dan ketika aktivitas dilakukan di luar jam sekolah, maka keluarga dan masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap anak itu,” tambahnya. (kpl)

Sumber : Pos Metro Padang edisi Sabtu / 20 September 2008

Tidak ada komentar: